Yuri Berbicara Present...

Intip-intip'ers

Sosiologi Penyiaran


A. Pengantar.
Secara kronologis minat Sosiologi pada komunikasi massa telah dimulai sejak abad 19, hal ini dapat dilacak dari kejadian-kejadian sebagai berikut :
1.     Adanya peranan pers dalam pembentukan pendapat umum, akibat Revolusi Industri di Inggris.
2.     Sementara itu di Jerman telah dituangkan dalam bentuk ilmu, yaitu untuk pertama kalinya Max Weber (1864-1920) mengembangkan ilmu pers secara ilmiah.
·        Pada pertemuan Deutsche Gesselschaft fur Soziologie (1910), Weber mengusulkan kajian Sosiologi Organisasi & Sosiologi Pers.
·        Ferdinand Tonnies (1885-1936) menerbitkan   Kritik der Offenliche Meinung  yang mengkaji sifat opini publik dalam masyarakat massa. Ini merupakan kajian pertama terhadap komunikasi massa, namun pada waktu itu belum dikenal istilah Sosiologi Komunikasi Massa yaitu ilmu yang membahas secara sosiologis gejala pers. Pada waktu itu diberi nama Zeitungwissenschaft.
·        Nama tersebut kemudian diganti Publizistik, setelah masuknya kajian sosiologis berkembang pada radio, televisi dan film.
·        Belakangan ini komunikasi massa telah menggeser Publizistik., tetapi kajian sosiologis terhadap media massa tidaklah berhenti. Oleh karena ilmu komunikasi tidak mampu menampung perspektif ini, maka diberikan pada Sosiologi Komunikasi Massa.
3.     Di Amerika, Ilmu Komunikasi sebagian berkembang melalui Jurnalistik, yang dirintis oleh Robert Lee di Washington University sebagai bagian dari departemen bahasa inggris.
·        Pada 1930, Bleyer memasukkan jurnalistik dalam Program Doktor Ilmu Sosial di Universitas Wisconsin Amerika, dengan latar belakang ilmu-ilmu sosial maka bahasan jurnalistik tidak lagi sebagai kemampuan ekspresi akan tetapi sebagai gejala sosial.
·    Disertasi Lasswell setelah PD II tentang teknik-teknik propaganda yang berpengaruh besar pada pembentukan opini dan sikap. Melalui pesan lewat analisa isi dan efek yang diasumsikan akan terjadi, ia menunjukkan betapa pentingnya komunikasi sebagai kontrol sosial dan pemberi legitimasi paham/ideologi tertentu.
4.     Penelitian sosiologis tentang komunikasi massa dilakukan oleh Lazarfeld dari Princeton bahwa bukan saja pengaruh media massa pada pemilih, akan tetapi juga interaksi sosial dan suatu sistem sosial yang mempengaruhi efek komunikasi.

Kehadiran media massa penyiaran dalam masyarakat modern yang serba ada dan serba meliputi, memaksa para sosiolog untuk tidak bisa mengabaikan peranannya. Bagaimana media massa penyiaran mengembangkan norma-norma sosial, membentuk interaksi sosial, melakukan kontrol sosial dan menimbulkan perubahan sosial. Dengan demikian Sosiologi Penyiaran berusaha menelaah hubungan timbal-balik antara media massa penyiaran dengan masyarakat.
Menurut Jalalludin (Charles R. Wright, 1975:xii) bahwa untuk Indonesia Sosiologi Media Massa dihajatkan untuk menelaah efisiensi penggunaan Media Massa dalam pembangunan, dampak Media Massa dalam membentuk mentalitas bangsa, hubungan masyarakat beserta lembaga-lembaga sosial didalamnya dengan perilaku Media Massa dan hal-hal lain yang melibatkan interaksi media dengan masyarakat.

B. Pengertian dan Proses Komunikasi.
1. Pengertian Komunikasi.
Wilbur Schramm dalam buku “How Communication Works” (Siahaan, 1991:3) menyatakan bahwa komunikasi berasal dari bahasa Latin communio atau common. Bilamana kita mengadakan komunikasi, berarti kita mencoba membagikan informasi agar Komunikan dan Komunitor sepaham atas suatu pesan tertentu. Jadi esensinya menemukan dan memadukan keduanya atas isi pesan yang khusus.
Sedangkan bagi para sosiolog sedikit berbeda memaknai komunikasi, hal ini sebagaimana dikemukakan oleh :
1.     Carl I. Hoveland dalam “Social Communication” yang menyatakan bahwa komunikasi adalah proses bilamana seorang individu (komunikator) mengoper stimulans (lambang kata-kata) untuk mengubah tingkahlaku indidu lainnya (komunikan).
2.     Sementara itu Joseph De Vito (1997:23) menyatakan bahwa komunikasi mengacu pada tindakan, oleh satu orang atau lebih, yang mengirim dan menerima pesan yang terdistorsi oleh gangguan (noise), terjadi dalam konteks tertentu, mempunyai pengaruh tertentu, dan ada kesempatan untuk melakukan umpan balik.







Lingkungan Komunikasi.
Menurut De Vito, lingkungan komunikasi setidak-tidaknya memiliki tiga dimensi, Yaitu :
a.     Dimensi Phisik.
Ruang dimana komunikasi berlangsung disebut konteks, yaitu lingkungan nyata, berujud (tengible), apapun bentuknya , memiliki pengaruh tertentu atas pesan dan bentuk pesan (apa dan bagaimana menyampaikan pesan).

b.     Dimensi Sosial-Psikologis.
Meliputi tata hubungan status Komunikator dan Komunikan, peran dan permainan yang dijalankan orang serta aturan budaya masyarakat dimana komunikasi berlangsung.
Lingkungan ini menyangkut rasa persahabatan/permusuhan, formal/informal atau serius/sendau gurau, misalnya saja komunikasi di pesta wisuda akan sangat berlainan dengan pelepasan jenasah.

c.      Dimensi Temporal.
Dimensi ini bisa mencakup sehari ataupun hitungan sejarah dimana komunikasi berlangsung. Misalnya pada waktu pagi hari merupakan waktu ideal untuk berkomunikasi, akan tetapi bagi orang yang senang ke diskotik merupakan waktu untuk istirahat karena masih mengantuk.

Selanjutnya De Vito (1997:24-26) menyatakan bahwa ketiga dimensi tersebut dapat saling berkaitan, misalnya saja seseorang janji bertemu tetapi terlambat (temporal), pasti akan mengganggu kadar keakraban (sosial-psikologis), sehingga akan mempengaruhi tempat untuk makan malam (phisik).


2. Proses Komunikasi.
Menurut Kincaid dan Schramm (Liliweri, 1997:142) proses adalah suatu perubahan atau rangkaian tindakan serta peristiwa selama beberapa waktu dan yang menuju suatu hasil tertentu. Dengan begitu setiap langkah yang mulai dari saat menciptakan informasi sampai saat informasi itu dipahami, merupakan proses-proses di dalam rangka proses komunikasi yang lebih umum.

a.     Proses secara Primer.
Menurut Liliweri (1997:60) adalah komunikasi berlaku tanpa alat, yaitu secara langsung dengan menggunakan bahasa, gerakan yang diberi arti khusus, aba-aba dan sebagainya.


b.    Proses secara Sekunder.
Menurut effendy (1994:16) adalah proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua setelah memakai lambang (bahasa) sebagai media pertama .
Sedangkan Liliweri (1997:60) menyatakan bahwa proses komunikasi sekunder menggunakan alat agar dapat melipatgandakan jumlah penerima pesan/amanat, yang berarti pula mengatasi hambatan-hambatan feografis maupun waktu.

Unsur-unsur dalam proses komunikasi awalnya sederhana sebagaimana pendapat Aristoteles, bahwa persoalan komunikasi selalu meliputi Siapa mengatakan Apa kepada Siapa.
Namun dengan adanya kemajuan teknologi komunikasi, maka unsur-unsur komunikasi sebagaimana dikemukakan oleh Effendy (1994) menjadi :
Sumber       : Komunikator yang menyampaikan pesan kepada     seseorang       
atau sejumlah orang.
Encoding    : Persandian, yaitu proses pengalihan pikiran kedalam bentuk lambang.
Message      : Pesan yang merupakan seperangkat lambang bermakna yang  disampaikan oleh komunikator.
Media                                                                                                : Saluran komunikasi tempat berlalunya pesan dari  komunika-       
tor kepada komunikan.
Decoding   : Pengawasandian, yaitu proses dimana komunikan menetap-kan makna pada lambang yang disampaikan oleh komunikator kepadanya.
Receiver       :  Komunikan yang menerima pesan dari Komunikator.
Response     : Tanggapan, seperangkat reaksi pada komunikan setelah  diterpa pesan.
Feedback   : Umpan balik, yakni tanggapan komunikan apabila tersampai- kan atau disampaikan kepada komunikator.
Noise           : Gangguan tak terencana yang terjadi dlm proseskomunikasi  
                     sebagai akibat diterimanya pesan lain oleh komunikan yang
                     berbeda dengan pesan yang disampaikan oleh komunikator
                     kepadanya.

0 komentar:

Posting Komentar

Please comment after read this articel. Thank you :)